Opini  

Pembatasan Usia Capres, Cawapres, dan Dinasti Politik dalam Pemilihan Umum 2024

Poros NTT News
Micael Josviranto, S.Fil.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa.

Yang terpenting adalah kapabilitas dan kualifikasi calon presiden dan wakil presiden. Bahkan, jika kita ingin menghindari diskriminasi, usia pemilih dalam pemilihan umum bisa dijadikan dasar yang lebih relevan.

Lebih jauh, persoalan usia calon presiden dan wakil presiden sebenarnya lebih bersifat politis daripada hukum.

Ini terjadi pada tahun politik, dan isu ini muncul ketika ada spekulasi bahwa Gibran Rakabuming Raka, yang saat ini menjabat sebagai Walikota Surakarta, ingin menjadi cawapres namun terkendala oleh batasan usia. Oleh karena itu, PSI mengajukan judicial review untuk membuka peluang bagi Gibran dalam pencalonan 2024.

Skenario politik ini semakin menarik karena Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi saat ini adalah Anwar Usman, yang juga merupakan ipar dari Presiden.

Selain itu, anak Presiden, Kaesang Pangarep, menjabat sebagai Ketua Umum PSI periode 2023-2028, menandakan munculnya dinasti politik di tingkat nasional.

Penting untuk diingat bahwa persyaratan usia capres dan cawapres adalah bagian dari Open Legal Policy yang berada dalam kewenangan DPR RI bersama Pemerintah. Meskipun demikian, realitas di lapangan bisa berbeda.

Baca Juga :  Opini Mimpi Tingkat Dewa, Harga Rumput Tembus Miliaran Rupiah

Sebagai warga negara yang berbudi luhur, kita harus mengikuti proses ini dengan bijak dan mengutamakan kemajuan bangsa Indonesia yang kita cintai.

Pemilihan Umum 2024 akan menjadi tonggak penting dalam demokrasi kita, dan kita harus memastikan bahwa calon pemimpin dipilih berdasarkan kapabilitas dan kualifikasi, bukan hanya usia.

Oleh Micael Josviranto, S.Fil., M.Hum Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa (Sabtu,30/09)