Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Perjuangan dan Harapan Pelaku Kuliner Sumba Barat Daya di Labuan Bajo

Poros NTT News
Mama Sindi, seorang pelaku kuliner asal Sumba Barat Daya.

Mabar,PRS – Dunia kuliner di Labuan Bajo memiliki cerita menarik di balik setiap hidangan lezatnya. Salah satunya adalah Mama Anita, yang akrab dipanggil Mama Sindi, seorang pelaku kuliner asal Sumba Barat Daya yang telah berjuang sejak tahun 2000.

Ia adalah sosok yang tak hanya menghidangkan cita rasa unik, tetapi juga mewakili ketekunan dan semangat dalam menghadapi tantangan.

Advertisement
Poros NTT News
Scroll kebawah untuk lihat konten

Berawal dari kampung Ngele, Mama Sindi memulai perjalanan kulinernya dengan menjual nasi bungkus dan kopi di Labuan Bajo sejak tanggal 1 Januari 2000.

Pada masa itu, Labuan Bajo belum sepenuhnya dikenal seperti sekarang. Penerangan masih mengandalkan petromak, dan Labuan Bajo masih dalam tahap berkembang.

Mama Sindi ditemui oleh media di tempat usahanya yang berlokasi di Wae Mata, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, pada Minggu, 20 Agustus 2023.

Meskipun tempat kuliner Pasar Baru yang ia kelola belum ramai dikunjungi seperti tempat lain di Labuan Bajo, semangatnya dalam menjalankan usaha tetap terpancar dengan jelas.

Baca Juga :  Kasasi Jaksa Ditolak MA, Bahasili Papan Bebas dari Jerat Korupsi Pantai Pede Labuan Bajo

Ia tetap bersabar dalam menghadapi situasi ini, karena usahanya bukan hanya sekadar mencari nafkah, tetapi juga untuk menghidupi anak-anaknya.

Pada wawancara dengan awak media, Mama Sindi menceritakan, “Awalnya saya menjalankan usaha kuliner dengan berjualan nasi bungkus dan kopi di kampung ujung pada tahun 2000, saat Labuan Bajo belum sepadat ini. Lampu penerangan masih menggunakan petromak.” Dia membagikan kisah awal perjalanannya yang sederhana namun penuh semangat.

Dalam 23 tahun sebagai pelaku kuliner, Mama Sindi juga merupakan salah satu kontributor yang aktif dalam membayar pajak usaha di daerah Manggarai Barat.

Ia memahami tanggung jawabnya dan telah menjalankan kewajiban ini bersama beberapa rekan yang seangkatan dengannya. Namun, tantangan tak jarang datang.

Mama Sindi mengungkapkan bahwa beban pajak usaha kadang membuatnya merasa tertekan. Ia kadang diminta untuk membayar pajak mulai dari Rp. 300.000 hingga 600.000.

Ia juga menceritakan pengalaman pada tahun 2016 di mana ia diminta membayar pajak senilai Rp. 4.000.000 selama satu tahun oleh Disperindagkop. Pembayaran pajak ini masih didukung oleh kuitansi pembayarannya.