Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Febrianto Binatara, yang menyoroti dampak perampasan lahan terhadap petanian, yang merupakan basis ekonomi masyarakat.
Perampasan ini, menurutnya, adalah desain yang dilakukan oleh kapitalis monopoli untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri, yang kemudian berdampak negatif pada eksistensi masyarakat adat dan perampasan tanah.
Dalam konteks ini, diskusi tersebut memberikan refleksi mendalam bahwa petani adalah profesi yang mulia karena mereka berperan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan.
WALHI NTT berharap bahwa stigma terhadap petani dapat diubah, sehingga generasi muda dapat lebih memahami bahwa menjadi petani adalah pekerjaan yang penting.
Deddy Holo, Kadiv Perubahan Iklim dan Kebencanaan dari WALHI NTT, menyampaikan, “Petani harus dilindungi haknya dan ruang hidupnya.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan pangan dan negara memiliki tanggung jawab melindungi sumber pangan. Sebagai generasi muda, tidak perlu malu untuk kembali ke kampung dan menjadi petani, karena petani merupakan kekuatan negara.”
Selengkapnya dari diskusi ini dapat ditonton di channel YouTube resmi WALHI NTT. Diskusi ini menjadi sebuah panggilan untuk lebih menghargai peran penting para petani dalam memastikan ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat.
Semoga peringatan Hari Tani Nasional tahun ini menjadi momentum untuk lebih mendukung dan melindungi profesi petani di Indonesia.
Redaksi/PorosNTT
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.