Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Daerah  

Diskusi “Generasi Z dan Tantangan Petani 2023” dalam Peringatan Hari Tani Nasional 2023

Poros NTT News

Kupang, PRS  – Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional 2023, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar diskusi bertajuk “Generasi Z dan Tantangan Petani 2023” pada Minggu 24 September 2023.

Diskusi ini berlangsung di kantor WALHI NTT yang berlokasi di Jalan Bung Tomo No.8, Kelapa Lima, Kota Kupang.

Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber dari berbagai latar belakang yang berbeda, yaitu Elsa Sasi, mahasiswa Ilmu Komunikasi dengan peminatan Komunikasi Antarbudaya dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Febrianto Binatara dari Front Mahasiswa Nasional Cabang Kupang, dan Deddy Holo, Kadiv Perubahan Iklim dan Kebencanaan dari WALHI NTT.

Hari Tani Nasional, yang diperingati setiap tanggal 24 September, ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963.

Tanggal ini juga bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). UUPA menjadi dasar dalam upaya merombak struktur agraria Indonesia yang timpang dan sarat akan kepentingan sebagian golongan akibat warisan kolonialisme pada masa lalu.

Baca Juga :  Tahun Politik 2024, Jurnalis Sumut Berharap Kapoldasu Irjen Agung Turun ke Toga dan Tomas

Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 dan berusia antara 11 hingga 26 tahun pada tahun 2023, dikenal sebagai generasi yang tumbuh dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka menjadi pusat perhatian dalam diskusi ini.

Dalam diskusi tersebut, WALHI NTT menyoroti permasalahan perampasan lahan dari petani, yang pada akhirnya mengakibatkan hilangnya kearifan lokal, baik dari segi budaya maupun tradisi bercocok tanam yang telah diwariskan oleh leluhur dan pemerintah melalui berbagai skema, termasuk kementerian lingkungan hidup, dinas perhutanan, hutan lindung, dan cagar alam yang mengambil alih tanah rakyat, membuat akses masyarakat terhadap tanah menjadi sangat sulit.

Elsa Sasi, narasumber dari Undana, mengatakan, “Kalau dilihat dari perspektif komunikasi antarbudaya, khususnya pada perampasan lahan, ini mengakibatkan kehilangan identitas dan nilai-nilai budaya yang sudah menjadi kebiasaan petani di daerah tersebut.

Petani lokal yang telah turun-temurun mewarisi tradisi bercocok tanam mereka, kini melihat tradisi itu luntur atau bahkan hilang karena pengambilalihan lahan dan perubahan fungsi lahan menjadi industri.”