Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Pemanggilan Paksa Kepada Fatia dan Haris  Bentuk Kesewenangan Kepolisian 

Poros NTT News

Jakarta,Porosnttnews.com- Pagi ini, sekitar pukul 07.45 WIB (18/01), Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS, disambangi di tempat kediamannya dan mengalami pemanggilan paksa oleh 5 (lima) polisi dari pihak Polda Metro Jaya. Sementara itu, Haris Azhar juga didatangi oleh 4 (empat) polisi langsung di tempat tinggalnya. Kedatangan pihak kepolisian ini dilakukan guna meminta keterangan Fatia dan Haris dalam hal laporan yang dibuat oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Atas kedatangan pihak kepolisian tersebut, Fatia dan Haris menolak untuk dibawa tanpa didampingi oleh pihak kuasa hukum dan mereka memilih untuk datang sendiri ke Polda Metro Jaya siang ini, pukul 11.00

Dalam konteks kasus Fatia dan Haris, sebelumnya sudah mempunyai niat kooperatif untuk melaksanakan pemeriksaan dan menunaikan panggilan dari pihak Kepolisian.

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kali Fatia dan Haris melalui kuasa hukumnya mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan dikarenakan pihaknya berhalangan hadir pada waktu yang telah ditentukan oleh pihak kepolisian. Akan tetapi, pihak kepolisian tidak pernah memberikan respon yang serius atas permohonan penundaan waktu pemeriksaan yang dimintakan.

Baca Juga :  Kedekatan Marshel Dengan Celine Buat Netizen Jadi Kepengen

Proses hukum yang dijalankan oleh Kepolisian tentu saja harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Pemanggilan dan proses hukum terhadap Fatia dan Haris terkesan dipaksakan dan terburu-buru.

Sebab, jika dibandingkan dengan banyak kasus lainnya, Kepolisian kerap menunda laporan masyarakat sehingga membuat kasus tersebut mangkrak. Bahkan tak jarang Kepolisian menolak laporan masyarakat sehingga memicu tagar #PercumaLaporPolisi.

Sementara itu, dalam kasus Fatia dan Haris, Kepolisian begitu cepat memproses dan menindaklanjuti laporan dari Luhut Binsar Panjaitan. Hal ini semakin menegaskan ada dugaan conflict of interest terhadap kasus yang melibatkan kepentingan pejabat publik.