PRS – Debat perdana calon gubernur dan wakil gubernur NTT pada 23 Oktober 2024 menjadi ajang bagi para kandidat untuk mengemukakan gagasan dalam mengatasi permasalahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang marak terjadi di NTT.
Salah satu sorotan utama dalam debat ini adalah jawaban calon Wakil Gubernur NTT nomor urut 2, Johni Asadoma, mengenai langkah transformatif untuk mengatasi kasus TPPO yang terus berulang di provinsi NTT.
Saat diberi kesempatan untuk menanggapi, Johni Asadoma, seorang mantan Jenderal bintang dua Polri, memberikan pandangan yang menarik terkait konsep kolaborasi.
Ia menekankan bahwa kolaborasi pemberantasan TPPO tidak hanya melibatkan aparat keamanan dan pemerintah semata, tetapi juga mencakup peran tokoh masyarakat, tokoh adat, serta kepala desa.
“Walaupun kolaborasi, pertanyaannya kolaborasi yang mana?” tanya Johni kepada Andre Garu, salah satu calon wakil gubernur NTT.
Menurut Johni, pemberantasan TPPO harus dimulai dari level desa, karena kasus-kasus perdagangan manusia ini kerap bermula dari wilayah pedesaan.
Ia menyarankan pendekatan berbasis desa melalui inisiatif “Kabupaten Anti TPPO” untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya jalur resmi saat hendak bekerja ke luar negeri.
Lebih jauh, Johni Asadoma menegaskan bahwa ia sudah memiliki pengalaman konkret dalam menangani kasus TPPO selama menjabat sebagai Kapolda NTT bersama seluruh anggota pihak kepolisian.
Ia mengungkapkan bahwa selama masa kepemimpinannya, sebanyak 53 pelaku TPPO berhasil ditangkap.
Keberhasilan ini, menurutnya, adalah bukti komitmen nyata dalam memberantas TPPO di wilayah NTT.