Daerah  

Dinas PMD Flotim Siap Fasilitasi Pelatihan BUMDes

Poros NTT News
Kepala Dinas PMD Flores Timur, Paulus Petala Kha.

PRS – Upaya meningkatkan kemandirian ekonomi desa melalui penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terus digencarkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Flores Timur.

Kepala Dinas PMD, Paulus Petala Kha, menegaskan bahwa pihaknya siap memfasilitasi pelatihan dan pendampingan bagi pengurus BUMDes di seluruh wilayah Flores Timur.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Namun, ia menekankan bahwa kegiatan pelatihan tersebut akan dilaksanakan oleh desa masing-masing dengan sumber pembiayaan dari Dana Desa.

“Kami di Dinas PMD siap menjadi narasumber. Tapi penyelenggaraannya dilakukan oleh desa dengan pembiayaan dari Dana Desa,” ujar Paulus, Kamis (6/11/2025).

Paulus menjelaskan, langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah daerah untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) di desa agar BUMDes dapat beroperasi secara profesional dan mandiri.

Menurutnya, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) di tingkat desa menjadi kendala utama yang menyebabkan banyak Bumdes belum berkembang optimal.

“SDM di desa yang memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman bisnis cenderung sedikit. Banyak yang berpendidikan tinggi justru memilih bekerja di kota. Akibatnya, Bumdes dikelola oleh warga dengan kemampuan terbatas,” ujar Paulus.

Lebih jauh, Paulus menjelaskan bahwa pengelolaan Bumdes membutuhkan orang-orang dengan pengetahuan manajemen, perencanaan bisnis, dan pengalaman usaha.

Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak pengurus Bumdes yang belum memahami sistem bisnis berbasis keuntungan.

Baca Juga :  Detik-Detik Proklamasi Jelang HUT RI ke-79 di Kantor Camat Insana Barat

“Banyak yang mengira setelah dibentuk, mereka akan otomatis mendapat gaji setiap bulan. Padahal, keuntungan dan insentif pengurus Bumdes itu harus berbasis pada laba usaha,” jelasnya.

Kesalahan persepsi ini sering berujung pada pergantian kepengurusan secara terus-menerus, yang pada akhirnya menghambat stabilitas lembaga usaha desa.

Ketika biaya operasional awal habis dan usaha belum menghasilkan, para pengurus cenderung mundur dan menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain.

Paulus mengatakan bahwa kegagalan menentukan unit usaha yang tepat menjadi penyebab lain banyaknya Bumdes yang tidak berjalan.

“Seringkali desa tidak melakukan kajian mendalam sebelum memulai usaha. Harusnya mereka menilai potensi pasar, ketersediaan komoditi, kualitas produk, dan keberlanjutan usaha,” ujarnya.

Banyak Bumdes yang memilih usaha konvensional seperti penyewaan tenda, kursi, dan alat pesta tanpa mempertimbangkan nilai ekonomis jangka panjang.

“Kalau hanya begitu, manfaatnya terbatas. Harusnya Bumdes bisa mengelola potensi desa seperti hasil pertanian, peternakan, atau kerajinan,” tambahnya.

Bumdes, lanjut Paulus, memang didirikan dengan penyertaan modal dari Dana Desa, namun pengelolaan keuangan harus berbasis pada prinsip bisnis.

Ia juga menyinggung adanya potensi overlapping antara Bumdes dan Koperasi Desa Merah Putih, yang sama-sama bergerak di bidang ekonomi masyarakat.

“Koperasi Desa Merah Putih itu formatnya koperasi, tapi sumber pendanaannya bukan dari Dana Desa. Agar tidak tumpang tindih, Bumdes dan Koperasi perlu sinergi dan saling melengkapi,” jelasnya.

Baca Juga :  Pamit Terakhir Yohanes Sason Helan di Desa Oinbit, Kabupaten TTU

Menurutnya, bila sinergi itu berjalan baik, kedua lembaga ekonomi desa tersebut bisa menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat, asalkan tidak berebut “lahan usaha” yang sama.

Dalam pandangannya yang lebih luas, Paulus menilai bahwa budaya masyarakat di Flores Timur turut mempengaruhi lambatnya perkembangan ekonomi desa.

“Kultur kita bukan kultur pedagang. Masyarakat cenderung konsumtif dan belum terbiasa mengakumulasi modal,” tegasnya.

Ia mencontohkan, banyak warga yang ketika menerima dana besar cenderung menggunakannya untuk kebutuhan konsumsi ketimbang investasi.

“Begitu ada kiriman uang dari luar negeri, langsung dibelanjakan untuk motor atau handphone. Padahal sebelumnya kebutuhan pokok belum terpenuhi,” tambahnya.

Hal ini menurutnya menunjukkan kurangnya budaya menabung, etos kerja rendah, dan minimnya kemampuan menunda kenikmatan.

“Faktor-faktor sosial dan kultural inilah yang sering diabaikan disetiap program BUMdes yang bersifat mendukung ekonomi Desa,”ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa banyak masyarakat di pedesaan yang fatalistik, berpendidikan rendah, dan kurang memiliki keterampilan teknis.

Karena itu, pendekatan pemberdayaan masyarakat seharusnya tidak hanya ekonomi, tetapi juga sosial, budaya, dan pendidikan.

Sebagai solusi jangka panjang, Kadis PMD Flores Timur  berharap agar Bumdes dapat memanfaatkan kemajuan teknologi digital dan akses internet untuk memperluas pasar produk lokal.

“Kita berharap usaha-usaha di desa bisa memanfaatkan marketplace, penjualan online, dan promosi digital. Tidak harus menjual secara konvensional,” ujarnya.

Baca Juga :  Penjelasan Plt Direktur RSUD Larantuka Akan Dilakukan Audit Maternal Perinatal Bersama Dinkes Flotim

Melalui program One Village One Product (OVOP) dari Pemerintah Provinsi NTT, Dinas PMD berharap ada pelatihan bagi pengurus Bumdes agar mampu memanfaatkan teknologi digital untuk memasarkan produk unggulan desa.

Namun, kunci keberhasilan tetap terletak pada ketersediaan jaringan internet yang stabil di wilayah pedesaan.

Menyadari keterbatasan kapasitas SDM, Pemerintah Kabupaten Flores Timur mendorong agar desa-desa mengalokasikan anggaran untuk bimbingan teknis (bimtek) dari Dana Desa masing-masing.

“Kami di Dinas PMD siap menjadi narasumber. Tapi penyelenggaraannya dilakukan oleh desa dengan pembiayaan dari Dana Desa,” terang Paulus.

Selain itu, Dinas PMD juga bekerja sama dengan tenaga ahli pendamping desa serta LSM lokal untuk memperkuat kapasitas kelembagaan Bumdes, termasuk dalam hal administrasi, pelaporan, dan tata kelola bisnis.

Paulus menegaskan bahwa setiap desa tidak perlu terburu-buru membentuk Bumdes hanya untuk formalitas.

“Silakan bentuk dulu kelembagaannya, tapi jangan dulu lakukan penyertaan modal kalau belum melakukan kajian usaha yang matang,” pesannya.

Menurutnya, Bumdes yang hanya dibentuk karena dorongan administratif tanpa perencanaan bisnis yang jelas justru berpotensi gagal total.

Ia mendorong agar setiap rencana usaha didasari analisis pasar, potensi lokal, dan keberlanjutan bisnis.

“Jangan hanya karena semangat tinggi tapi tanpa tenaga dan kajian yang matang. Kalau hanya mau sewa tenda kursi, itu bukan arah pengembangan ekonomi yang kita harapkan,”tutupnya.

Reporter: Hendrik/Tim

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp PorosNttNews.Com

+ Gabung